Apabila Belum Dikaruniai Anak

Apabila Belum Dikaruniai Anak

Apabila belum dikaruniai anak, ingatlah bahwasanya Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan Mahabijaksana menganugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang tidak diberikan anak.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ﴿٤٩﴾ أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا ۖ وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا ۚ إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

“Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa” [Asy-Syuuraa/42:49-50]

Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh Allah belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Hendaklah ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan Zakariya ‘alaihis salaam telah berdo’a kepada Allah sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.

Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur-an, yaitu:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih” [Ash-Shaaffaat/37:100]

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Furqaan/25:74]

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

“…Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkau-lah ahli waris yang terbaik.” [Al-Anbiyaa’/21:89]

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“…Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” [Ali ‘Imran/3:38]

Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis yang dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta senantiasa berdo’a kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa’i, ketika wuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa, ketika safar, dan lainnya.[10]

Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada hikmahnya. Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya di akhirat kelak.

Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, Mahabijaksana dan Mahaadil. Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk berbuat banyak kebaikan yang sesuai dengan syari’at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan menghafalnya, gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan buku-buku lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat terdekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak yatim, dan sebagainya.

Mudah-mudahan dengan perbuatan-perbuatan baik yang dikerjakan dengan ikhlas mendapat ganjaran dari Allah di dunia dan di akhirat, serta dikaruniai anak-anak yang shalih.

Wajibnya Memelihara Jenggot

Wajibnya Memelihara Jenggot

Memelihara jenggot merupakan salah satu adab yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim. Dalam syari’at Islam, laki-laki tidak boleh mencukur jenggotnya bahkan hukumnya haram, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan laki-laki untuk memelihara dan memanjangkan jenggotnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوْا اللِّحَى،خَالِفُوْا الْـمَجُوْسَ.

Rapikanlah kumis, biarkanlah jenggot, selisihilah orang Majusi. (HR. Muslim no. 260 dan Abu ‘Awanah (I/188))

Para Ulama berbeda pendapat, “Bolehkan memendekkan jenggot atau memotongnya jika sudah melebihi satu genggam?”

Jawabannya: Wajib hukumnya memelihara jenggot, tidak boleh memotongnya. Pendapat ini sesuai dengan konteks hadits yang memerintahkan untuk memeliharanya.

Allâh Azza wa Jalla menjadikannya kewibawaan dan keindahan bagi laki-laki. Karenanya, keindahan itu akan tetap ada sampai tua dengan adanya jenggot. Sungguh heran dengan orang yang menyelisihi sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencukur jenggotnya. Bagaimana wajahnya tetap buruk karena telah hilang keindahannya, terutama ketika sudah tua. Maka dia menjadi seperti nenek tua yang hilang keindahannya ketika sudah berumur, walaupun ketika kecil dia termasuk wanita yang paling cantik. Inilah yang dirasakan. Tetapi kebiasaan-kebiasaan dan taklid buta menjadikan sesuatu yang jelek diperbagus dan sesuatu yang bagus malah diperjelek.[Bahjatu Qulûbil Abrâr hlm. 129]

Maka tidak boleh bagi laki-laki mencukur jenggotnya, jika dia melakukan hal tersebut, maka dia telah menyelisihi jalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan durhaka kepada perintahnya, serta terjatuh kepada penyerupaan dengan kaum musyrik dan majusi. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

خَالِفُوْا الْمَجُوْسَ أَوِ الْمُشْرِكِيْنَ، وَفِّرُوْا اللِّحَى وَأَحْفُوْا الشَّوَارِبَ

Selisihilah orang majusi atau orang-orang musyrik. Suburkanlah jenggot kalian dan cukurlah kumis kalian. (HR. al-Bukhâri no. 5492 dan Muslim no. 259)

Hadits ini menunjukkan bahwa memanjangkan jenggot –yang menyelisihi orang-orang musyrik- termasuk fitrah, maka tertolaklah syubhat orang-orang yang berkata, “Sungguh, ada orang-orang kafir zaman sekarang yang memanjangkan jenggotnya. Maka tidakkah kita sepantasnya menyelisihi mereka dengan mencukur jenggot kita?” Lihatlah, ini adalah bisikan syaithan, wal ‘iyâdzu billâh.

Kita jawab syubhat tersebut, “Sesungguhnya mereka memanjangkan  jenggot karena mengikuti fitrah. Dan kita diperintahkan untuk melakukan fitrah tersebut. Jika mereka menyerupai kita dalam fitrah ini, maka kita tidak melarang mereka dan tidak perlu menyimpang dari fitrah tersebut hanya karena mereka menyamai kita. Sebagaimana jika mereka menyamai kita dalam memotong kuku, maka kita tidak mengatakan bahwa kita harus meninggalkan memotong kuku, tetapi kita harus tetap memotongnya. Begitu juga fitrah-fitrah yang lainnya, jika orang-orang kafir menyamai kita dalam hal-hal tersebut, maka kita tidak perlu menyimpang darinya. Wallahul muwaffiq. (Syarh Riyâdhish Shâlihîn (V/235), karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

______

Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله